Seperti halnya laki-laki yang lain pada umumnya, Dua anak laki-laki ini juga menyukai mobil. Permainan game yang banyak dijumpai memberi inspirasi bagi mereka untuk mengungkapkan dalam sebuah gambar. Gian memilih jenis Nissan, Sementara Clyve W. (kelas 6) yang sekolah di SD Cita Hati Surabaya lebih menyukai porche. jadilah dua buah karya mobil yang menarik!
KARYA TERBAIK, relief sd khadijah pandegiling sby
Goresan yang jujur dari anak-anak kita sering kita anggap sesuatu yang kurang bermakna. Padahal ungkapan hatinya mewakili peristiwa yang terjadi saat itu atau bahkan waktu yang lalu, malah bisa masa depan. Gejolak itu kita anggap biasa-biasa saja, sementara ia telah terbang tinggi ke dunia khayalnya. Menapaki mimpi-mimpi yang tak tarjangkau oleh akal. luar biasa! Orang tua menganggap sesuatu yang tidak masuk akal dalam gambarnya menjadi sesuatu yang salah. Sesuatu yang tidak sempurna salah. sesuatu yang tak bisa dilogikan juga salah. Menggambar bagi anak-anak bukan sekedar mengasah tehnik menggambar, namun juga bermakna mengasah pribadinnya agar menjadi anak yang tak sekedar pintar namun juga dapat menjadi anak yang berfikir kreatif, bertindak kreatif, merencanakan sesuatu juga secara kreatif. Menggambar dengan tehnik yang biasa namun dengan ide yang "gila" sungguh menyenangkan. Ketika si anak berkhayal menjadi super hero dan dapat mengalahkan monster-monster yang kuat. Bagaimana dia mampu menjadi seorang yang mampu bercerita menurut pemikirannya. Atau ada beberapa anak yang lagi asyik menggambar sebuah kapal, namun begitu akan banyak ide yang tercipta ide dari sebuah kapal itu. Bagi anak yang punya banyak ide kapal yang diciptakan tidak hanya diciptakan kapal dengan sebuah bendera saja. Dia akan menciptakan kapal dengan kamar-kamar. Ada orang yang lagi santai, tiduran, nonton TV atau ada yang lagi asik mancing. Tentu gambar ini tidak mengutamakan kesamaan bentuk. Tetapi lebih pada kejujuran goresannya. Lugas, unik, tanpa beban. Menilai kejujuran yang penuh arti butuh pemahaman dari orang tua dan pendidik.
Sekolahnya di IPH Ruko segi 8, Gambarnya bercerita tentang anak yang lagi makan
tomat , sampai-sampai diantara mereka mulutnya belepotan!
SENJATA CANGGIH
Kali in teman kita Clyve W. yang duduk di bangku kelas 6 SD Cita Hati Surabaya. menciptakan senjata yang tergolong canggih dan memiliki spesifikasi yang khusus.Berikut penjelasannya:
Senjata ini saya rancang untuk berperang melawan musuh atau pencuri yang datang ke rumah. Ini juga bisa menjadi senjata militer atau polisi. Nama senjata dan kegunaanya seperti penjelasan dibawah ini:
Sunshield: Untuk tahan sinar matahari dan serangan peluru.
Sun dan Rocket shield: Untuk tahan sinar matahari, peluru dan roket.
Long Samurai: Panjang,ringan, ramping, dan hanya bias membunuh satu orang saja.
Big Samurai: Panjang, berat, besar, dan bisa membunuh 5 orang sekaligus dan pedangnya beracun.
Samurai Knife: Panjang, berat, bisa membunuh orang tapi harus diatas kuda.
Cannon Rifle: Kalau peluru cannon sudah ditembakkan akan keluar peluru cannon yang baru dari Magazine.
Nuklear Chip: Bila perang, disebar ditempat musuh dan kalau terinjak akan meledak.
Grafiti Pistol: Bila ditembakkan kebanyak orang melayang keluar angkasa.
BERKREASI TERUS MENERUS
Kesukaannya menonton film kartun manga berpengaruh dalam kegiatan menggambarnya. Kali ini anak yang masih sekolah di SD Cita Hati Surabaya kelas 3 ini, sering menghabiskan waktunya untuk berkreasi dengan gambar manganya. Kegiatan yang dilakukan secara terus menerus pasti akan menuai kemahiran. Jangan pernah menyerah! Tak ada yang tak mungkin bila kita mau terus berusaha.
MENANAMKAN SIKAP KREATIF PADA ANAK SEJAK DINI
Sikap kreatif cenderung dilupakan. Kegiatan kreatif sering dianggap menjadi sesuatu yang kurang bermanfaat, buang-buang waktu. Sementara apabila kegiatan itu berkaitan dengan hal yang berhubungan dengan logika, seperti belajar baca dan berhitung. Menjadi keharusan dalam program yang teratur Anak dituntut tunduk dan patuh.
Sebenarnya kegiatan yang berkaitan dengan kreatifitas (intuisi) dan logika seharusnya dapat berjalan seiring sehingga dapat meciptakan anak yang pintar sekaligus kreatif.
Lalu apakah pengertian kreatifitas itu? Pertama berdasarkan data atau informasi yang ada, mampu menemukan berbagai kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Kedua kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orosinalitas dalam berfikir, serta kamampuan untuk mengolaborasi (memperkaya mengembangkan,memperinci) gagasan.
Belahan otak konan seperti apakah? Non verbal, intuisi, holistik, dan imajinatif .
Sikap kreatif akan berdampak positif dalam kegiatan anak. Sikap terbuka pada pengalaman baru, kebebasan bereksplorasi,menghargai fantasi, fleksibel, minat terhadap aktivitas kreatif, percaya pada gagasan sendiri serta keterlibatan diri.
Beberapa tips untuk orang tua agar anak menjadi kreatif adalah (1) ciptakan lingkungan rumah dimana anak merasa aman untuk mengungkapkan pendapat perasaan, dan sikapnya (ada kebebasan), (2) orang tua harus menghormati anak sebagai berdasarkan data atau informasi yang ada, mampu menemukan berbagai kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Kedua kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orosinalitas dalam berfikir, serta kamampuan untuk mengolaborasi (memperkaya mengembangkan,memperinci) gagasan.
Belahan otak konan seperti apakah? Non verbal, intuisi, holistik, dan imajinatif .
Sikap kreatif akan berdampak positif dalam kegiatan anak. Sikap terbuka pada pengalaman baru, kebebasan bereksplorasi,menghargai fantasi, fleksibel, minat terhadap aktivitas kreatif, percaya pada gagasan sendiri serta keterlibatan diri.
Beberapa tips untuk orang tua agar anak menjadi kreatif adalah (1) ciptakan lingkungan rumah dimana anak merasa aman untuk mengungkapkan pendapat perasaan, dan sikapnya (ada kebebasan), (2) orang tua harus menghormati anak sebagai individu,menghargai keunikan anak (respek), (3) kedekatanemosi yang sedang-sedang saja, (4) hargai prestasi bukan angka (rangking), (5) orang tua harus menjadi model, (6) orang tua menunjang kegiatan anak, (8) orang tua menjadikan anak mandiri dan dapat mengambil keputusan, (9) orang tua sebagai fasilitator, (10) orang tua memberi pujian pada anak dan kurangi hukuman, (11) sering komunikasi dua arah dengan tehnik bertanya agar muncul rasa ingin tahu. (Triono Riyanto, Sumber Bocil)
Radar Madura Jawa Pos
[ Rabu, 24 September 2008 ]
Triono Riyanto SPd, Guru dan Pembimbing Seni Rupa Anak Usia Dini dari Bangkalan
Bangsa ini bukan hanya membutuhkan orang pintar dari segi akademik. Tetapi juga membutuhkan generasi yang kreatif dalam berpikir. Media lukis bisa menjadi salah satu wadah untuk melatih kreatifitas tersebut. Hanya, masih banyak yang belum memahaminya sebagai kebutuhan.
Apa yang membuat anda tertarik terjun ke dunia lukis anak-anak?
Saya kebetulan memang suka melukis sejak duduk di bangku sekolah dasar. Alhamdulillah banyak prestasi yang saya raih dari hobi saya itu. Nah, alasan saya terjun ke seni rupa anak adalah untuk meningkatkan kreatifitas anak. Sebab, selama ini saya lihat kreatifitas anak di bidang lukis lebih banyak diarahkan untuk memenangkan lomba. Sehingga, anak-anak menjadi kurang kreatif dan membatasi diri dalam menuangkan ide-idenya.
Padahal, untuk anak usia dini, play group sampai TK atau pun SD masih sangat polos dan memiliki ide-ide yang sangat natural. Mengarahkan mereka pada kemiripan bentuk berarti membatasi ide alami mereka.
Maksudnya?
Pada usia dini, anak-anak harus diberi penghargaan atas hasil kreasi mereka yang dituangkan melalui media gambar atau lukisan. Sebab, gambar atau lukisan anak-anak itu sebenarnya adalah cara mereka menuangkan sesuatu yang ada di pikiran mereka. Mereka bisa bercerita melalui gambar yang mereka buat. Artinya, tidak mementingkan kemiripan pada sebuah objek, melainkan mengetahui maksud apa yang hendak mereka tuangkan. Bagus atau jeleknya jangan dinilai dari kacamata orang dewasa, tetapi pada anak yang menggambarnya.
Kalau terus-terusan disalahkan karena tidak mirip, anak usia 9 sapai 12 tahun justru akan malas berkreasi lagi. Saya banyak menemukan gambar-gambar anak didik saya yang tidak proporsional. Kepala besar dengan badan yang kecil dan sebagainya. Tapi penjelasan mereka yang polos benar-benar bisa membuat gambar itu hidup dalam imajinasi mereka.
Apakah ada pengaruhnya bagi perkembangan anak?
Tentu ada pengaruhnya. Selama ini yang memahami hal itu hanya para orang tua yang secara ekonomi cukup mampu. Mereka (orang tua anak, Red) kan paham, selain kebutuhan akademik, soft skill seperti peningkatan kreatifitas juga sangat dibutuhkan untuk masa depan. Orang bisa memerlakukan seni lukis sebagai media rekreasi dan menuangkan apapun dalam gambar. Inilah yang saya cari dari anak-anak bimbing saya. Mereka yang ingin melanjutkan biasanya selalu minta masukan untuk memerbaiki hasil karya mereka. Bimbingan diberikan dengan cara yang halus juga, bukan dengan memberikan penilaian negatif pada hasil karya mereka.
Apakah ide dan kreatifitas anak memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya?
Yang saya perhatikan sejak tahun 2002 sampai sekarang, dari 500 anak yang sudah keluar masuk bimbingan saya, tidak satupun memiliki ide sama. Sebab, mereka dibiarkan berkreasi sendiri. Kalau diberi batasan mungkin akan banyak kesamaan, atau justru sama semua hasil karyanya.
Yang ada di dinding rumah saya ini adalah beberapa contoh hasil karya anak-anak. Bentuknya memang aneh dan jelek kalau dinilai secara dewasa, tetapi di mata anak-anak gambar itu bagus dan menggambarkan apa yang dia pikirkan.
Seberapa besar ketertarikan masyarakat untuk membuat anak-anak mereka kreatif dengan cara itu ?
Seperti saya katakan di muka, masih terbatas. Padahal ini baik untuk perkembangan anak. Yang saya pahami, metode saya ini memang kurang popular. Maksudnya, orang tua akan lebih memilih anaknya dibimbing agar bisa melukis secara professional dan diarahkan untuk memenangkan perlombaan. Padahal, mematok kreatifitas anak untuk bisa memenangkan lomba jelas membuat anak menjadi kurang kreatif.
Lalu, bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hal itu ?
Saya sendiri memulainya dengan merangkul mereka (masyarakat, Red.) dengan cara membuka seluas-luasnya kesempatan untuk memasukkan anak-anaknya ke galeri lukis saya, Komunitas Magenta. Saya sampaikan pada mereka tentang apa yang disampaikan oleh psikolog anak Rose Mini.
Dia menjelaskan, anak tidak akan bisa menikmati kehidupan mereka dengan wajar selama masih dikekang oleh aturan-aturan yang kaku. Tidak dapat mengutarakan sikap dan pendapat, selalu harus tunduk dan patuh atas segala kesepakatan orang tua yang dibuat secara sepihak tanpa memikirkan kepentingan anak.
Sampai sekarang saya juga sudah empat kali melaksanakan pameran hasil lukis anak-anak untuk mengenalkan asyiknya kebebasan anak dalam berkekspresi. Harapannya agar masyarakat paham dan mengerti bahwa masa kanak-kanak memerlukan kebebasan berekspresi dan kebebasan itu akan sangat berpengaruh pada prestasinya kelak.
Selain itu, apalagi yang bisa mendukung pemahaman masyarakat ?
Pemerintah mungkin juga perlu paham tentang pentingnya kreatifas pada anak. Negeri ini perlu diisi oleh orang pintar dan kreatif, nah memupuk kreatifitas itu bisa sejak dini. Caranya mungkin dengan menambah guru seni rupa di sekolah-sekolah.
Siswa kan tidak hanya butuh pengetahuan akademik, olahraga atau pendidikan agama saja, saya yakin mereka juga butuh media untuk mengekspresikan kemampuan mereka di bidang lain.
Saya lihat selama ini kan pemerintah kurang memahami itu. Padahal, lewat seni rupa seseorang bisa dilatih kreatif, dan yang sudah kreatif bisa lebih digali lagi kemampuannya. Kepercayaan diri dengan sendirinya akan tertanam di sana. Jadi, bisa juga dipakai untuk mengatasi krisis percaya diri yang selama ini cukup kita rasakan dan memrihatinkan.
Sebab, kalau generasi tidak percaya diri, mereka akan cenderung monoton, malu mencoba dan malas berbuat karena selalu berpikir negatif pada diri sendiri. Bahayanya lagi, kalau sampai terjerumus pada obat-obatan untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Kan sudah banyak kita lihat di televisi, anak-anak yang terjerumus ke lembah narkoba. Alasannya selalu untuk meningkatkan percaya diri. (nra/ed)
Radar Madura
[ Rabu, 24 September 2008 ]
Rindu Memancing Kepiting dan Bermain Sepak Bola
Tinggal dan menetap di Surabaya tidak menghilangkan kenangan masa kecil Triono Riyanto. Kesenangannnya di kampung halaman sesekali terbayang di benaknya. Dan itu menimbulkan keinginan untuk melakukannya kembali. Semisal, memancing kepiting (mentor) di tambak dan bermain sepak bola di tanah kosong. Termasuk kerinduannya pada teman sepermainan dan sekolahnya.
HASIL karya murid-murid sekolah dan les privat melukis pria kelahiran Bangkalan, 1 Oktober 1974 ini, banyak menghiasi dinding rumah pribadinya di Menganti Permai C4/46, Surabaya. Sebagian lukisan dan ilustrasi hasil kreasinya juga dipajang di antara lukisan anak-anak asuhnya tersebut. Ilustrasi-ilustrasinya tersebut telah banyak dimuat oleh banyak Koran terkemuka di Surabaya.
Pria yang akrab disapa Triono ini telah menetap di Surabaya sejak 1994 silam. Sebelumnya, usai lulus sekolah tingkat atas di Bangkalan, dia menuntut ilmu seni di Jogjakarta, Institut Seni Indonesia (ISI). Namun, karena ada masalah, dia terpaksa menghentikan kuliahnya di ISI Jogjakarta tersebut. Tak lama kemudian, dia melanjutkan kuliahnya di IKIP Surabaya yang sekarang telah berubah nama menjadi Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Lama tinggal di Surabaya, dia mengaku banyak kehilangan kenangan di masa kecilnya. Dia juga mengungkapkan kerinduannya pada hobi yang dijalani di kampung halamannya, kampung Kemayoran, Bangkalan.
"Saya benar-benar sangat merindukan memancing kepiting di tambak. Dulu, setiap pulang sekolah saya selalu menghabiskan waktu untuk memancing kepiting di tambak. Tepat di depan rumah saya kan banyak tambak. Sekarang kelihatannya sudah banyak jadi pemukiman," ungkapnya.
Kegemarannya memancing kepiting sudah banyak diketahui teman-temannya. Jika tidak sedang di rumah pada siang hari, teman-temannya akan langsung mencarinya di tambak. Di antara teman-temannya itu, sebagian langsung bergabung dengan Triono memancing kepiting. Sebagian lainnya hanya sekedar menonton dan ikut girang apabila salah seorang temannya berhasil mendapatkan kepiting di pentor-nya (mata pancingnya).
"Setelah dewasa banyak hal yang saya sadari dari kegemaran saya dan teman-teman memancing kepiting," ujarnya.
Menurut dia, memancing kepiting sebenarnya bukanlah hal yang mudah dilakukan. Butuh ketelatenan dan kesabaran. Sebab, proses untuk akhirnya mendapatkan beberapa ekor kepiting membutuhkan usaha dan keberanian.
Untuk memancing kepiting, Triono -yang dimasa kecilnya disapa Nono ini, terlebih dahulu harus mendapatkan umpan yang disukai oleh makhluk pencapit tersebut. Umpan itu hanya bisa dia dapatkan di laut, atau di sekitar tambak. Caranya, dengan mencari dan menangkapnya begitu terlihat di sungai atau pinggiran tambak. Atau, dengan memasukkan tangannya ke dalam lubang-lubang kecil, rumah kepiting sungai yang sangat ampuh untuk dijadikan umpan menangkap kepiting ukuran besar.
"Jadi, memancing kepiting itu benar-benar harus didahului usaha. Meski di bawah terik matahari, tapi saya dan teman-teman dari Kemayoran waktu itu sangat gembira," katanya mengenang masa kecil bersama teman-temannya.
Hasil memancing tak selalu menggembirakan. Namun, tetap menjadi kenikmatan tersendiri ketika menyantapnya dengan teman-teman atau pun keluarganya di rumah. "Kalau dapat 10 ekor kepiting saja kan lumayan dibikin kare untuk dinikmati keluarga. Teman-teman juga seringkali menikmati hasil tangkapan bersama di rumah saya," tambahnya.
Teman-teman Triono masa kecil tak jarang merayunya berhenti memancing kepiting dan mengajaknya bermain sepak bola di lahan kosong. Dia menggambarkan, sebelum terdapat rumah-rumah penduduk, di kanan kiri lapangan balap kuda Kemayoran, sering menjadi tempatnya memainkan si kulit bundar itu. Meski bertelanjang kaki, bermain bola bersama teman-teman terasa mangasyikkan baginya. Apalagi, jika hasil tangkapan kepitingnya sudah cukup banyak.
"Saya benar-benar merindukan masa-masa itu. Sekarang kan sudah sibuk bekerja, cari nafkah untuk keluarga. Tapi, setiap kali pulang ke Madura mengunjungi keluarga, saya menyempatkan diri untuk sekadar berkeliling kampung dan melihat beberapa perubahan di lingkungan tempat saya dibesarkan," tuturnya. Teman-temannya, imbuhnya, juga sudah banyak yang berkeluarga dan hijrah ke daerah lain meninggalkan kampung halamannya.
Sementara itu, dia juga banyak menemukan hal baru di lingkungan hidupnya sekarang. Meski banyak perbedaan dengan apa yang dia lalui di halamannya, dia mengaku tetap bisa bertahan dalam kondisi tersebut. "Membandingkan dengan Madura, Surabaya jelas berbeda. Contohnya pola sosialisasi dan interaksi masyarakatnya. Di sini (Surabaya, Red.) kan semua orang sibuk mencari materi," terangnya. (nra/ed)
Kenapa kreatifitas? Sering dijumpai dalam arena perlombaan mewarnai dan melukis/menggambar anak-anak mewarnai dalam pola yang sama yaitu dengan cara gradasi saja. sementara nilai keindahan tak hanya dipandang dari sisi itu saja. Kekuatan goresan dan keunikan bentuk menjadi tidak penting. mereka hanya melihat karya anak yang bersih, rapi, warnanya benar, keindahannya dari sudut kacamata logika. Sementara anak-anak memiliki kreatifitas yang luar biasa, ide yang meledak-ledak, imajinasi yang kadang tak terpikirkan oleh kita. Ruang kreatifitas yang begitu lebar semoga anak-anak kita manfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti dengan dukungan dari para orang tua.
Semoga blog ini memberi tempat yang diharapkan bagi orang tua yang selama ini tidak punya media untuk menyalurkan karya-karya kreatif anak-anak tercinta!
kan dan menghargai anak sebagai pribadi. Bersyukurlah semakin banyak orang tua yang dapatmenghar
gai anak yang tumbuh sesuai pribadi dan kemampuannya masing-masing. Tak hanya semata menggambar hanya mengejar lomba demi perlombaan saja. Boleh-boleh saja berlomba tapi jangan sampai melepas
kepribadian yang kami anggap lebih berarti. Terimakasih kepada orang tua yang juga Semakin menyadari pentingnya keseimbangan kebutuhan otak kiri dan kanan. Menggambar sebagai kegiatan kreatif, sehingga mampu menciptakan anak yang dapat bersikap kreatif dalam kehidupannya.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada anak didik kami yang senantiasa memiliki ide-ide yang cemerlang dalam berkarya baik yang didapat yang diperolehnya dari hasil pengamatan baik sengaja maupun tidak sengaja.
Meninjau karya anak-anak, pameran kali ini, tidak terlepas dengan pameran yang sebelumnya, 2002, 2004, 2006 dan 2008 ini, Ada 2 anak yang tidak pernah absen mengikuti pameran Oktaviasari dan Florentina. Oktaviasari mulai kelas 3 SD sekarang kelas 10, Florentina mulai TK B sekarang kelas 7. Dan yang saya paling ingat ketika Florentita les (kala itu masih play group baru les 10 menit dia terlelap tidur). Dari waktu ke waktu mereka mengalami perubahan cara dan kemampuan menggambarnya seiring usianya (bisa dilihat dari foto karya mereka). Jelaslah bahwa perubahan menggambar tidak terjadi begitu saja.
Mengamati karya Risqa (sekarang kelas 3) dari mulai TK(ikut pameran 2006) saya sudah merasakan kekuatan garis artistiknya, dan ternyata sampai sekarang masih Terus terjaga sehingga mejadi karya yang menarik. Seandainya dia dulu ketika pertama kali belajar bersama Komunitas Magenta, kami paksa untuk mengikuti cara mewarna dan menggambar kami mungkin saja “kesaktiannya” kini sudah hilang. Karena pada awalnya sempat terpikirkan oleh orangtuanya untuk mengikuti lomba, namun setelah terlibat pembicaraan lebih jauh dengan kami, lebih baik bila Risqa dibiarkan menggambar dengan caranya sendiri.
Anak kita bukanlah robot yang sekedar melaksanakan tugas orangtua atau siapa saja yang mengaturnya, tapi mereka adalah manusia yang butuh menyalurkan keinginan-keinginannya.
Anak-anakku semoga dalam ruang pamer ini, Mimpi jadi kenyataan dalam bidang lukis kalian! Dan sebuah keinginan besar biasanya diawali dari mimpi. Selamat berpameran!(Triono Riyanto).